Monday, July 8, 2013

Rudy Soedjarwo Tahu Bagaiman Rasanya Dicemooh Akibat Menjadi Sutradara


Sejak film panjang pertamanya yang diproduksi secara indie, Bintang Jatuh, rilis pada tahun 2000, kini Rudy Soedjarwo terhitung sudah memproduksi sekitar 20 judul film. Semuanya punya ciri khasbergenre variatif sekaligus kuat dalam segi drama. 

Rentang genre film dan tema cerita yang dibikin Rudy memang luas. Perhatikan saja secuplik filmografinya. Ia menggarap film mulai dari genre drama romantis remaja Ada Apa Dengan Cinta?, kisah tentang persahabatan dalam Mengejar Matahari, film drama berbalut action bertajuk Liar, sampai film horor berjudul Pocongdan Hantu Rumah Ampera.

Bukan cuma variasi genre. Pada tahun 2006 s.d 2008, Rudy juga sempat populer gara-gara sistem produksi film super cepat yang diterapkannya. Dengan sistem ini, ia cuma butuh waktu tujuh sampai delapan hari syuting untuk sebuah judul film. 9 Naga, Mendadak Dangdut, Mengejar Mas Mas, Cintapuccino, sampai In The Name of Love jadi buktinya.

Ingin Tahu Rasanya Disebelin Industri

Dari fakta-fakta tersebut, wajar jika ada yang menyebut sutradara lulusan Academy of Arts College, San Fransisco ini sedang kejar setoran. Tak sedikit pula yang heran atas pilihan-pilihan proyek film yang diambil Rudy. Lantas bagaimana Rudy menanggapinya omongan-omongan itu?

“Kalau gue bikin film yang sama terus, lantas gue belajar apa dari jadi sutradara?”

Begitulah respon yang pertama kali terlontar dari mulut Rudy. Bagi peraih penghargaan Sutradara Terbaik dari Festival Film Indonesia 2004 dan Festival Film Bandung 2002 dan 2005 ini, proses belajar tak akan pernah berhenti. Pembelajaran bagi diri masih jadi faktor penting.

Rudy memandang bahwa dengan menjajal berbagai sistem produksi dan genre film, maka proses belajar itu akan dia alami. “Kalau gue nggak pernah bikin film horor kan gue nggak akan tahu bagaimana rasanya jadi sutradara film horor yang sering dicemooh orang-orang dan disebelin industri,” ujarnya, ceplas-ceplos.

Ia sendiri juga tak terlalu memedulikan bagaimana hasil akhir dari film-film yang disutradarainya. Apakah laku di pasar, atau cuma dianggap sebagai karya master piece bagi dirinya sendiri, itu semua tidak terlalu penting. Sutradara berusia 41 tahun ini memegang teguh pendirian bahwa semua yang dilakukannya sebagai sutradara adalah bagian dari proses pembelajaran sebagai manusia.

Back to Drama

Pada 22 November tahun ini, salah satu film arahan Rudy, Langit ke 7, akan dirilis. Film ini pun kental dengan nuansa drama dalam kisahnya. Memang, sudah banyak pihak yang mengakui bahwa mengolah cerita drama merupakan spesialisasi Rudy.

“Saya tidak pernah membatasi diri saya pada satu genre tertentu. Genre apapun, asalkan unsur dramanya harus kuat,” tegasnya.

Kekuatan Rudy lainnya bukan cuma terletak di situ. Ia selama ini juga dikenal sebagai sutradara yang ‘galak’ dan keras dalam mendidik aktor-aktris yang baru menjajaki dunia akting. Dan, di proyek terbarunya ini, Rudy dihadapkan pada para aktor-aktris baru yang belum pernah sekalipun berakting dalam fim layar lebar.

“Dari cara ngomong Babah (panggilan akrabnya untuk Rudy, red) saja memang sudah galak sih. Tapi yang dilakukan Babah itu selalu bisa buat kitamikir sendiri apa kesalahan dan bagaimana kita harus berakting,” ucap Bonita Lauwoie, salah satu cast dalam film Langit ke 7.

Sedangkan Rechelle R.Rumawas, yang juga menjadi salah satu cast Langit ke 7, punya pendapat senada. “Yang penting kan bagaimana pendekatan sutradara ke kita. Kalau galak tapi nggak bisa mendidik kan nggak baik juga. Marahnya Babah itu seperti kayak mendidik anak sendiri,” timpalnya.

Mau tahu profil lebih lengkap Rudy Soedjarwo, selain sifat galaknya yang mendidik? You just need to click here Rudy Soedjarwo.

Sumber : www.muvila.com

No comments:

Post a Comment